Setelah
Kerajaan Tarumanegara (abad 5-7 M) runtuh di Jawa Barat terdapat
beberapa Kerajaan. Sumber-sumber sejarahnya diperoleh dari beberapa
prasati. Seperti Batu Tulis dan Kebantenan (Bogor), Sanghyang Tapak
(Sukabumi) dan berupa buku cerita Parahyangan.
Nama Pajajaran pernah disebut di dalam prasati yang ditemukan di desa Kebon Kopi, Bogor. Prasaati itu berangka tahun 854 M. prasasti ini ditulis dengan bahasa melayu kuno. Isinya tentang seorang Rakryan juru pengambat yang menuliskan Raja Pajajaran.
Sumber kesusasteraan yang lain menyebutkan bahwa Pajajaran sebagai suatu kerajaan di Jawa Barat. Kitab kesusasteraan itu adalah Kitab Carita Parahyangan (akhir abad ke 16). Kitab lain yang menyebutkan Kerajaan Pajajaran adalah Kitab Silisakanda ‘ng Karesian (1518). Berita Cina dari masa Dinasti Ming menyebut adanya Kerajaan Pajajaran.
Kerajaan Sunda terletak di daerah Jawa Barat sekarang. Tak dapat dipastikan dimana pusat kerajaan ini sesungguhnya. Berdasarkan sumber sejarah berupa prasasti dan naskah-naskah berbahasa Sunda Kuno dikatakan bahwa pusat kerajaan Sunda telah mengalami beberapa perpindahan. Menurut Kitab Carita Parahyangan, Ibukota kerajaan Sunda mula-mula di Galuh, kemudian menurut Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di tepi sungai Cicatih, Cibadak Sukabumi, Isi dari prasasti itu tentang pembuatan daerah terlarang di sungai itu yang ditandai dengan batu besar di bagian hulu dan hilirnya. Oleh Raja Sri Jayabhupati penguasa kerajaan Sunda. Di daerah larangan itu orang tidak boleh menangkap ikan dan hewan yang hidup di sungai itu. tujuannya mungkin untuk menjaga kelestarian lingkungan (agar ikan dan lain-lainnya tidak punah) siapa yang berani melanggar larangan itu, ia akan dikutuk oleh dewa-dewa.
Kerajaan Sunda beribu kota di Parahyangan Sunda. Sementara itu menurut prasasti Astana Gede (Kawali – Ciamis) ibu kota kerajaan Sunda berada di Pakwan Pajajaran. Mengenai perpindahan kerajaan ini tak diketahui alasannya. Akan tetapi, hal-hal yang bersifat ekonomi, keamanan, politik, atau bencana alam lazim menjadi alasan perpindahan pusat ibu kota suatu kerajaan. Kerajaan Sunda menguasai daerah Jawa Barat untuk waktu yang lama, diantara rajanya, yang terkenal adalah Jaya Bhupati dan Sri Baduga Maharaja Jayabhupati
Sebenarnya nama Sunda pernah disebut didalam prasasti yang temukan di desa Kebon Kopi Bogor. Prasasti itu berangka tahun 854. Prasasti itu ditulis dengan bahasa Melayu Kuno, isinya tentang seorang Rakrayan Juru Pengambat yang memulihkan raja Sunda. Sumber kesusastraan yang sampai kepada kita adalah Carita Parahyangan (dari akhir abad ke-16) kitab lain yang juga menyebut kerajaan Sunda adalah Kitab “Siksa Kandang Karesia” (1518), berita Cina dari masa Dinasti Ming menyebut adanya kerajaan Sunda. Didalam kita Carita Parahyangan disebutkan bahwa kerajaan itu memerintah seorang raja bernama Sanjaya. Tokoh itu dikenal juga dalam prasasti Canggal dari Jawa Tengah. Dalam kitab Carita Parahyangan disebutkan bahwa Raja Sanjaya menggantikan raja Sena yang berkuasa di Kerajaan Galuh. Kekuasaan raja Sena kemudian direbut oleh Rahyang Purbasora, Saudara seibu raja Sena. Sena sendiri menyingkir ke gunung Merapi bersama keluarganya. Setelah dewasa, Sanjaya berkuasa di Jawa Tengah. Ia berhasil merebut kembali kerajaan Galuh dari tangan Purbasora. Kerajaan kemudian berganti nama menjadi kerajaan Sunda. Setelah masa pemerintahan JayaBhupati, pada tahun 1350 yang menjadi raja di kerajaan Sunda adalah Prabu Maharaja. Ia mempunyai seorang putri bernama Dyah Pitaloka. Prabu Maharaja berperang melawan tentara Majapahit yang dipimpin Gajah Mada di daerah Bubat pada tahun 1354. dalam pertempuran itu raja Sunda bersama-sama para pengiringnya terbunuh. Kematian Raja Sunda dan pengiringnya membuat raja Majapahit yaitu Hayam Wuruk, marah besar kepada Gajah Mada, lalu Gajah Mada dipecat dari jabatannya.
Sri Baduga Maharaja Ia adalah putra dari Ningrat Kancana. Sri Baduga merupakan raja yang besar. Ia membuat sebuah telaga yang diberi nama Telaga Rena Mahawijaya. Ia memerintahkan membangun parit di sekeliling ibukota kerajaannya yang bernama Pakwan Pajajaran. Raja Sri Baduga memerintah berdasarkan kitab hukum yang berlaku saat itu sehingga kerajaan menjadi aman dan tenteram. Keterangan tentang Raja Sri Baduga dapat kita jumpai dalam prasasti Batutulis yang ditemukan di Bogor.
SILSILAH RAJA-RAJA KERAJAAN SUNDA PADJADJARANNama Pajajaran pernah disebut di dalam prasati yang ditemukan di desa Kebon Kopi, Bogor. Prasaati itu berangka tahun 854 M. prasasti ini ditulis dengan bahasa melayu kuno. Isinya tentang seorang Rakryan juru pengambat yang menuliskan Raja Pajajaran.
Sumber kesusasteraan yang lain menyebutkan bahwa Pajajaran sebagai suatu kerajaan di Jawa Barat. Kitab kesusasteraan itu adalah Kitab Carita Parahyangan (akhir abad ke 16). Kitab lain yang menyebutkan Kerajaan Pajajaran adalah Kitab Silisakanda ‘ng Karesian (1518). Berita Cina dari masa Dinasti Ming menyebut adanya Kerajaan Pajajaran.
Kerajaan Sunda terletak di daerah Jawa Barat sekarang. Tak dapat dipastikan dimana pusat kerajaan ini sesungguhnya. Berdasarkan sumber sejarah berupa prasasti dan naskah-naskah berbahasa Sunda Kuno dikatakan bahwa pusat kerajaan Sunda telah mengalami beberapa perpindahan. Menurut Kitab Carita Parahyangan, Ibukota kerajaan Sunda mula-mula di Galuh, kemudian menurut Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di tepi sungai Cicatih, Cibadak Sukabumi, Isi dari prasasti itu tentang pembuatan daerah terlarang di sungai itu yang ditandai dengan batu besar di bagian hulu dan hilirnya. Oleh Raja Sri Jayabhupati penguasa kerajaan Sunda. Di daerah larangan itu orang tidak boleh menangkap ikan dan hewan yang hidup di sungai itu. tujuannya mungkin untuk menjaga kelestarian lingkungan (agar ikan dan lain-lainnya tidak punah) siapa yang berani melanggar larangan itu, ia akan dikutuk oleh dewa-dewa.
Kerajaan Sunda beribu kota di Parahyangan Sunda. Sementara itu menurut prasasti Astana Gede (Kawali – Ciamis) ibu kota kerajaan Sunda berada di Pakwan Pajajaran. Mengenai perpindahan kerajaan ini tak diketahui alasannya. Akan tetapi, hal-hal yang bersifat ekonomi, keamanan, politik, atau bencana alam lazim menjadi alasan perpindahan pusat ibu kota suatu kerajaan. Kerajaan Sunda menguasai daerah Jawa Barat untuk waktu yang lama, diantara rajanya, yang terkenal adalah Jaya Bhupati dan Sri Baduga Maharaja Jayabhupati
Sebenarnya nama Sunda pernah disebut didalam prasasti yang temukan di desa Kebon Kopi Bogor. Prasasti itu berangka tahun 854. Prasasti itu ditulis dengan bahasa Melayu Kuno, isinya tentang seorang Rakrayan Juru Pengambat yang memulihkan raja Sunda. Sumber kesusastraan yang sampai kepada kita adalah Carita Parahyangan (dari akhir abad ke-16) kitab lain yang juga menyebut kerajaan Sunda adalah Kitab “Siksa Kandang Karesia” (1518), berita Cina dari masa Dinasti Ming menyebut adanya kerajaan Sunda. Didalam kita Carita Parahyangan disebutkan bahwa kerajaan itu memerintah seorang raja bernama Sanjaya. Tokoh itu dikenal juga dalam prasasti Canggal dari Jawa Tengah. Dalam kitab Carita Parahyangan disebutkan bahwa Raja Sanjaya menggantikan raja Sena yang berkuasa di Kerajaan Galuh. Kekuasaan raja Sena kemudian direbut oleh Rahyang Purbasora, Saudara seibu raja Sena. Sena sendiri menyingkir ke gunung Merapi bersama keluarganya. Setelah dewasa, Sanjaya berkuasa di Jawa Tengah. Ia berhasil merebut kembali kerajaan Galuh dari tangan Purbasora. Kerajaan kemudian berganti nama menjadi kerajaan Sunda. Setelah masa pemerintahan JayaBhupati, pada tahun 1350 yang menjadi raja di kerajaan Sunda adalah Prabu Maharaja. Ia mempunyai seorang putri bernama Dyah Pitaloka. Prabu Maharaja berperang melawan tentara Majapahit yang dipimpin Gajah Mada di daerah Bubat pada tahun 1354. dalam pertempuran itu raja Sunda bersama-sama para pengiringnya terbunuh. Kematian Raja Sunda dan pengiringnya membuat raja Majapahit yaitu Hayam Wuruk, marah besar kepada Gajah Mada, lalu Gajah Mada dipecat dari jabatannya.
Sri Baduga Maharaja Ia adalah putra dari Ningrat Kancana. Sri Baduga merupakan raja yang besar. Ia membuat sebuah telaga yang diberi nama Telaga Rena Mahawijaya. Ia memerintahkan membangun parit di sekeliling ibukota kerajaannya yang bernama Pakwan Pajajaran. Raja Sri Baduga memerintah berdasarkan kitab hukum yang berlaku saat itu sehingga kerajaan menjadi aman dan tenteram. Keterangan tentang Raja Sri Baduga dapat kita jumpai dalam prasasti Batutulis yang ditemukan di Bogor.
Silsilah Raja-raja Sunda terhitung dari Tarusbawa sampai dengan sebelum
Kawali dan Pajajaran, sebagai berikut :
1. TARUSBAWA (670 – 723 M) Maharaja Tarusbawa kemudian mendirikan ibukota kerajaan yang baru, di daerah pedalaman dekat hulu Cipakancilan. Dalam cerita Parahiyangan, tokoh Tarusbawa ini hanya disebut dengan gelarnya: Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia menjadi cikalbakal raja-raja Sunda dan memerintah sampai tahun 723 M. Karena putera mahkota wafat mendahului Tarusbawa, maka anak wanita dari putera mahkota bernama Tejakancana, diangkat sebagai anak dan ahli waris kerajaan.Suami puteri inilah yang dalam tahun 723 menggantikan Tarusbawa menjadi Raja Sunda.
2. Sanjaya / Rakeyan Jamri / Prabu Harisdama (723 – 732M) ”’Cicit Wretikandayun”’ ini bernama Rakeyan Jamri. Sebagai penguasa Kerajaan Sunda ia dikenal dengan nama Prabu Harisdarma dan kemudian setelah menguasai Kerajaan Galuh ia lebih dikenal dengan Sanjaya. Ibu dari Sanjaya adalah SANAHA, cucu Maharani SIMA dari [[Kalingga]], di [[Jepara]]. Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa / SENA / SANNA, Raja [[Galuh]] ketiga, teman dekat Tarusbawa. Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, ”’Mandiminyak”’, raja Galuh kedua (702-709 M). Sena di tahun 716 M dikudeta dari tahta Galuh oleh PURBASORA. Purbasora dan Sena sebenarnya adalah saudara satu ibu, tapi lain ayah. Sena dan keluarganya menyelamatkan diri ke Pakuan, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Tarusbawa. ”Ironis sekali memang, Wretikandayun, kakek Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari Tarumanegara Kerajaan Sunda.”Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh, dengan bantuan Tarusbawa, untuk melengserkan Purbasora. Setelah itu ia menjadi Raja Kerajaan Sunda Galuh. Sebagai ahli waris Kalingga, SANJAYA kemudian menjadi penguasa Kalingga Utara yang disebut Bumi MATARAM dalam tahun 732 M. ”’Dengan kata lain, Sanjaya adalah penguasa [[Sunda]], [[Galuh]] dan [[Kalingga]] / [[Kerajaan Mataram (Hindu)]].”’ Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada puteranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan atau Rakeyan Panaraban.
3. Tamperan Barmawijaya / Rakeyan Panaraban (732 – 739 M) Ia adalah
kakak seayah Rakai Panangkaran, Raja Kerajaan Mataram ke 2, putera Sanjaya dari Sudiwara puteri Dewasinga Raja Kalingga Selatan atau Bumi SAMBARA
0 komentar:
Posting Komentar